Oleh : Muhammad
Rahman Athian, S.Pd., M.Sn*
Rembang
merupakan sebuah kota tempat berjayanya R.A Kartini, meski bukan tanah
kelahirannya. Sebuah tempat dimana ia sering menelurkan pemikiran –
pemikirannya yang memajukan perkembangan pendidikan anak-anak di Indonesia,
terutama perempuan. Daya juang Kartini yang gigih berdampak pada peran seorang
perempuan di Indonesia tidak berbatas pada sebuah pemikiran kolot yaitu
“perempuan hanya berakhir di dapur setelah menikah”. Dalam rangka memperingati hari
Kartini kota Rembang mengadakan berbagai rentetan kegiatan, salah satunya
adalah pameran Femalektika.
Female
dan Dialektika
Pameran dua
dimensi Femalektika ini merupakan abstraksi dari Female dan Dialektika. Female merupakan sebuah kata dari bahasa
Inggris yang berarti perempuan, kemudian diartikan oleh Carrie L. Buist sebagai
seorang yang menghasilkan ovum. Sedangkan jika dilihat melalui gen dan sifat
orang tersebut memiliki sifat dominan feminin, feminin adalah sebuah tanda-tanda
dan perilaku yang umumnya dimiliki seorang perempuan. Kemudian bagi mereka yang
memperjuangkan perempuan dan hak-hak serta menganggap kesetaraan dan bahkan
menginginkan lebih dominasi yang lebih seringkali dikatakan sebagai feminis.
Sedangkan
Dialektika adalah sebuah metoda yang digunakan oleh Hegel dalam memahami
realitas sebagai perjalanan menuju kesempurnaan. Hegel membagi tahapan
kesempurnaan dalam sebuah dialektika menjadi tiga bagian, yang pertama Tesis,
Antitesis dan Sintesis atau yang lebih dikenal dengan “The Theory of the Union of opposites” (teori tentang persatuan
hal-hal yang bertentangan). Misalkan ada seorang perempuan mengatakan “saya
adalah seorang ibu” maka hal itu adalah sebuah tesis atau pernyataan dimana
seorang mengatakan dirinya sebagai ibu. Namun menurut Hegel hal ini belum
sepenuhnya merupakan pernyataan yang sempurna karena dia tidak memiliki
antitesis yaitu seorang anak yang mengatakan bahwa “saya adalah anak dari ibu
tersebut” sehingga pernyataan tersebut menjadi sintesis atau kalimat yang utuh.
Paradoksal
pemikiran perempuan inilah yang seringkali membuat kaum perempuan menjadi
seorang yang justru paling sempurna dalam berfikir. Karena perempuan melibatkan
perasaan sebagai tesis dan logikanya sebagai antitesis untuk membuat kesimpulan
atau sintesis yang menurutnya benar. Namun demikian, seringkali pergelutan
antara tesis dan antitesis yang dimiliki tidak sering pula menimbulkan konflik
psikologis dan akhirnya menjadi sebuah tabiat meski sebenarnya keputusan
sintesisnya belum tentu tepat jika dinilai dalam sebuh struktur nilai.
Karya Monika Ary salah satu perupa perempuan yang turut berpartisipasi pada pameran Femalektik
Berhubungan
dengan R.A Kartini, pameran yang dihadiri oleh lebih dari 40 perupa ini
memperlihatkan sebuah pergerakan R.A Kartini dengan menggunakan konsepsi
pemikiran sebuah titik tolak yang mengupas dialektika kaum perempuan yang
seringkali dianggap lemah, padahal memiliki imbas yang paling kuat. Pemikirannya
sering dianggap tidak masuk akal padahal memiliki paradoks yang justru sangat
masuk akal dan membangun. Serta para perempuan yang berusaha mengubah dunia ini
dengan cara mereka sendiri, seringkali mengesampingkan pikiran pengangkatan
jasa pada dirinya untuk tujuan kekusasaan. Perempuan cukup bahagia dihargai
hanya menjadi ibu, yang mengayomi bukan sebagai dewi yang mendominasi.
Membaurnya Pemerintah, Masyarakat dengan
Seniman dalam Femalektika
Begitu masuk
kompleks museum R.A Kartini pengunjung akan dihadapkan pada karya instalasi
besar buah karya Kokoh Nugroho seniman asal Semarang, Jawa Tengah. Berjalan
sedikit dari sana, pengunjung akan melihat tatanan display luar pameran dengan
kualitas yang lux dan mural yang digarap Komunitas Pesisir dan komunitas
Jaring.
Pukul 17.00 sore
acara ini dibuka oleh Bupati Rembang H. Abdul Hafidz dengan banyak membahas
tentang menjaga kebudayaan di Rembang. Selain itu ada beberapa poin penting
dalam sambutan kuratorial Femalektika oleh Muhammad Rahman Athian, yaitu pemerintah
Rembang mulai menyadari ada dua potensi besar di kota pesisir tersebut, yaitu
museum R.A Kartini dan potensi seniman yang bagus. Dua potensi tersebut yang
akan digarap pemerintah Rembang untuk memajukan kebudayaan di Rembang.
Pasca pembukaan
terlihat sekali terjadi dialog antara seniman Rembang dengan pemerintah.
Seperti biasa Bupati dan Wakil Bupati mengapresiasi karya seniman dan seniman
mendampingi Bupati dan Wakil Bupati dalam menikmati pameran tersebut. Bahkan
Wakil Bupati Bayu Andriyanto SE yang juga seorang pengusaha itu turut
menawarkan kerjasama dengan para seniman untuk dipamerkan di ruang pamernya, “dengan
demikian dapat terjadi sinergi yang lebih baik antara seniman dan pemerintah”,
ujarnya.
Pendopo museum
Kartini yang disulap menjadi ruang pamer itu merupakan gagasan dari budayawan
kenamaan KH. Mustofa Bisri atau yang lebih dikenal sebagai Gus Mus, penulis
melihat ini merupakan arus yang sangat positif ketika memanfaatkan ruang publik
sebagai ruang yang tidak hanya dijaga, namun juga dimanfaatkan dan
dilestarikan. Museum Kartini inilah yang nanti akan
Dalam pameran
ini, Rembang sebagai sebuah kota yang cukup aktif dalam seni rupa di Indonesia
berusaha memetakan kota ini menjadi pusat seni rupa yang berfokus pada kajian
perempuan. Menarik sekali jika kelak tiga atau empat tahun lagi banyak
peneliti-peneliti kajian perempuan turut memasukkan Rembang sebagai bahan
percontohan budaya dalam perlindungan hak-hak perempuan. Bukan tidak mungkin,
penyelenggaraan kegiatan bertaraf Nasional yang diadakan secara konsisten
seperti ini akan menghasilkan arsip yang sangat dokumentatif.
Bupati dan Wakil Bupati Rembang beserta Jajaran pemerintahan berfoto bersama perupa Femalektika
Peran Strategis Pameran
“Femalektika ini
merupakan sebuah inisiasi pemerintah kabupaten Rembang yang menyadari akan
pentingnya membangun kebudayaan” tegas kepala DISBUDPARPORA Ir. Muntoha., MM. Beliau
akan berusaha selanjutnya akan berperan untuk mempererat hubungan para seniman
dan pemerintahan yang bersih, sehingga skeptisme masyarakat terhadap
pemerintahan teratasi. Devanagri BP salah seorang seniman Rembang juga
menanggapi baik intensi pemerintah tersebut. Bahkan akan berimbas langsung
dengan diakuisisi beberapa gedung di kota sebagai tempat berkumpul bagi perupa Rembang.
Pada penyelenggaraan berikutnya, pemerintah Rembang siap mengeluarkan dana yang
tidak sedikit, dengan kualitas kegiatan yang lebih baik dan perencanaan yang
lebih matang, asalkan kota yang ia bina dapat memiliki kebudayaan yang lebih
maju dan lebih dikenal di kancah Nasional maupun Internasional.
Sedangkan Ir.
Budi Darmawan selaku inisiator dan pegiat seni di Rembang merasa puas akan
diadakannya pameran Femalektika ini dan berharap kerjasama dengan seniman dan
kurator pameran dapat dilanjutkan untuk kegiatan yang selanjutnya. Baik itu
pada kancah Rembang, maupun undangan pada kegiatan di kota-kota lainnya.
Bupati Rembang sedang mengapresiasi karya seniman Rembang, Deva.
Memang,
pembangunan budaya tidak seperti pembangunan fisik yang bisa serta-merta
langsung terlihat hasilnya, pembangunan ini akan terasa setelah beberapa kali
diadakan kegiatan serupa dengan nama yang sama serta visi-misi yang
berkelanjutan. Tentunya dalam setip pameran memiliki daya pengaruh yang
kompleks, misal pengaruh jangka pendek memberi alternatif tontonan dan edukasi
budaya kepada publik, Mengubah atmosfer seni rupa kota Rembang, memberi
forum/ruang bagi para perupa lokal, menciptakan event yang layak baik secara konten maupun imej Rembang,
Mensinergikan potensi industri kreatif, Masyarakat dan Pemerintah.
Terakhir
dibandingkan dengan pameran-pameran lain sekelas daerah, pameran Femalektika
ini sudah sangat berhasil dalam membangun sebuah diskursif yang mengedepankan
potensi budaya di Rembang. Hal ini dibuktikan dengan keseriusan penataan
display karya dan menggunakan material yang sangat baik, bahkan pameran ini
layak dikatakan sebagai pameran Nasional karena memang sudah mengundang
beberapa seniman kelas Nasional bahkan Internasional. Ke depan, jika sinergi
ini dikelola dengan lebih matang maka akan berbuah pada etika masyarakat yang
memiliki kesadaran budaya yang tinggi, Membangun citra Rembang sebagai kota
yang adaptif terhadap perkembangan seni rupa dan dapat menjadi kota yang selalu
turut membangun jejaring seni rupa Nasional dan Internasional.
*) Penulis
adalah Kurator Seni Rupa.
0 comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar disini, terima kasih