TRACKING HISTORY AND FINDING NEWNESS
Oleh : Muhammad Rahman Athian
Secara objektif pameran “TRACKING
AND FINDING” menyuguhkan banyaknya penjelajahan alternatif medium pada karya
seni rupa, kehadirannya bisa menjadikan konsep yang signifikan untuk
diungkapkan dan menjadi bahasa para perupa dalam merepresentasikan kerumitan persoalan
individu masing-masing, disela eksplorasinya karya yang dibuat akan memberikan
sekat pengartian yang beragam dalam berbagai aspek kehidupan manusia secara
luas. Judul “TRACKING
AND FINDING” merupakan
sebuah hipotesa terhadap perkembangan seni rupa saat ini, Seni rupa yang kita
kenal saat ini merupakan sebuah gubahan, gubahan dari proses manusia berfikir
manusia bertindak dan bertingkah laku menjadikan semuanya harus diatur juga
dalam kondisi yang memungkinkan manusia tersebut bisa mengaksesnya dengan cara
manusia berevolusi atau dengan cara manusia menciptakan kondisi itu.
Hal ini terjadi karena imbas pola pikir barat yang
dari waktu ke waktu mulai berubah, dan mengapa kami melandasi pameran dengan
pola pikir barat karena pola pikir dan sejarah seni rupa barat sangat
terstruktur dan dilandasi dari pemikiran yang kuat. Hal ini dimulai dari awal
kehidupannya manusia pra sejarah menciptakan seni sebagai wahana pengisi waktu
untuk mendekorasi sebuah benda pakai, misal guci atau peralatan yang lain
selain itu seni juga digunakan untuk upacara guna mengundang sisi transendental
dari dunia ini. Lalu pada awal sejarah mesir kuno manusia sudah menciptakan
seni sebagai alat untuk dokumentasi, dengan bentuk urut dan konstan menjelaskan
suatu kejadian dan dokumentasi secara lengkap,namun seringkali pendekatan
visual yang digunakan masih menggunakan objek yang dimetaforakan. Karena itulah
Nahyu mengkoptasi konsep dewi Bast[1]
untuk kemudian ia masukkan ke dalam konteks kekinian dengan karya cat air yang
dibuatnya berjudul “Angry-Happy”,
sejalur dengan Nahyu, Chandra Yudha Satriya menggunakan simbol-simbol wayang potehi[2]
untuk menggambarkan bagaimana sebuah dewa digambarkan menjadi sebuah boneka
yang kemudian dimainkan untuk menceritakan sebuah kisah, karya drawing yang
berjudul “Could i Borrow Your Bones #1-3“ tersebut merupakan sebuah ungkapan pemikiran Chandra bahwa terkadang hubungan
transenden antara seni dan ritual kepercayaan sangat dekat.
![]() |
Angry Happy |
![]() |
Could I Borrow Your Bones #2 |
Setelah lama seni berfungsi sebagai dokumentasi, di
Eropa Plato mengemukakan seni adalah barang rendahan yang merupakan sebuah
tiruan yang tak sempurna dari barang yang ditirunya. Namun dengan berjalannya
waktu Leonardo Da Vinci mengubah pandangan tersebut dan kembali mengangkat seni
sebagai produk tinggi, dengan cara melukis banyak pesanan gereja dan pejabat
penting. Alhasil mulailah para pejabat mengkoleksi seni hingga seni menjadi
barang yang mahal dan patut untuk diperebutkan. Hal tersebut sejalan dengan
pemikiran Ade Firman dan Ibnul Affan, Ade mengungkapkan dalam karya instalasinya
“Tuan-tuan Pemegang Kunci” yang berbentuk kunci yang merupakan visualisasi dari
bagaimana sesungguhnya kunci kesuksesan seorang seniman adalah dengan memasuki
pola pintu yang ada dimana pemegang kunci adalah pemilik kekuasaan, sedangkan
Ibnul dengan tegas mengatakan bahwa karyanya dibuat agar masyarakat mampu
mengenali visual yang ada pada karya lukisnya, oleh karena itulah Ibnul
memvisualkan karyanya yang berjudul “Untitled (Alien The series)” dengan figur
seseorang dengan teknik realis yang kemudian ia gabungkan dengan teknik flat kartunal
pada backgroundnya. Dengan itulah Ibnul dan Ade mengambil hipotesa bahwa dengan
mempelajari apa yang sudah terjadi dapat menemukan sesuatu yang menurut mereka
baru, baik itu konsep maupun visual karya.
![]() |
Tuan-tuan Pemegang Kunci |
![]() |
Alien The Series |
ART FOR ART SAKE-AGAINS MODERNITY-ANYTHING GOES
Setelah melewati banyak periode seni rupa lahirlah
sebuah faham bahwa seni adalah untuk seni, terlepas dari urusan agama, politik,
ras dll paham tersebut mempunyai slogan “Art for art sake” hingga mereka
beranggapan seni yang selama ini adalah semu, lahirlah gerakan modern dimana
visual tidak lagi penting, hanya konsep dan kebaruan[3].
Setelah banyaknya ditemukan teknologi pada masa ini lalu munculah kebosanan
pada ikhwal modernitas sebagai pemicu konflik, karena teknologi tidak digunakan
sebagaimana mestinya penemuan-penemuan hanya memperbanyak perang, mengkritisi
hal ini Moch Yudha Wicaksono, Ragil Adi Winata (tata) dan Fajar Ariyanto memiliki
persamaan konsepsi tentang seni rupa modern. Yudha mengungkapkan dalam sebuah
karya instalasi dan drawingnya nya yang berjudul “Salah Guna” yang mengisahkan
tentang senapan teknologi yang canggih hanya membuat manusia semakin menderita,
tata mengatakan bahwa teknologi adalah sebuah alat yang menjadikan manusia
manja, dalam karyanya yang berjudul “Manja Modernitas #1-2” digambarkan bahwa
manusia sudah ketergantungan dengan transportasi dan jaringan komunikasi maya hingga
memungkinkan alat yang diciptakan manusia akan merusak kondisinya dalam jangka
waktu yang lama, sementara Fajar mengatakan bahwa sebenarnya teknologi yang
dikembangkan manusia akan terus menerus digunakan karena kemanjaan manusia,
hingga teknologi tersebut membuat banyak perusakan pada lingkungan kita, konsep
ini Ia gambarkan lewat karya yang berjudul “mesin cuciku marah”.
![]() |
Salah Guna |
![]() |
Mesin Cuciku Marah |
Manja Modernitas #2 |
![]() |
Manja Modernitas #1 |
Dikarenakan seni rupa modern yang sangat terstruktur
dan akhirnya karena keterbatasan era modernitas menjadikan para seniman
menggerakkan sebuah gerakan postmodern, sebagai perlawanan modern yang penuh
aturan, postmodern adalah seni yang benar-benar bebas. Singgih Adi Prasetyo membenarkan
pernyataan postmodern dengan mengatakan bahwa setiap individu memiliki selera,
pikiran, dan konsep tersendiri tentang seni untuk itu dalam karyanya Singgih
merespon kaca yang ia tempeli dengan gambar wajah manusia secara kartunal, ditambah
dengan Instalasi suara yang mendukung gambar, hingga siapapun orang yang
bercermin disana akan melihat sebuah dunia yang mengajak pengunjung berbicara tentang
sebuah intensi kepentingan seni, apakah seni itu penting? karya tersebut
berjudul “Penting ga’ Penting”. Dalam kesempatan ini komunitas kotak gila juga
memamerkan karya yang berjudul “kiriman untuk tambakrejo” yaitu karya yang
menceritakan seruan propaganda dari masyarakat dalam rangka mengkritisi
pemerintah guna mengatur pembuangan limbah kotoran manusia di Tambakrejo secara
lebih layak pada tahun 2009.
![]() |
Kiriman Untuk Desa Tambakrejo |
![]() |
Penting Ga' Penting |
Kini seni rupa Kontemporer merupakan seni yang
dikatakan sebagai penghujung seni yang silam, semboyan “anything goes”-nya
menjelmakannya menjadi sebuah faham yang menghalalkan semua jenis seni rupa. baik
itu visual yang menarik maupun yang tidak, bebas namun terikat, lepas namun
tersekat dan idealis namun marketable hingga memungkinkan semua jenis karya
seni visual dengan tema dan tujuan apapun masuk kedalamnya***
[1] legenda Dewi Mesir kuno berkepala kucing
[2] Adalah sebuah kesenian yang diciptakan warga tiong hoa
untuk menyebarkan agama, kesenian ini banyak muncul di Indonesia juga mengingat
banyak warga keturunan tiong hoa yang memainkannya terutama di daerah Semarang
[3] Kebaruan dalam konteks ini adalah pengertian “baru”
dalam konteks modern, yaitu karya dua dimensi harus dibuat sejujurnya dengan
tidak menyertakan bayangan, prespektif realis atau apapun yang memperlihatkan
bahwa lukisan adalah tipuan mata yang terlihat tiga dimensi.
0 comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar disini, terima kasih