Di semarang pernah terserang wabah
penyakit pes pada tahun 1917. Penyakit tersebut terjadi karena rakyat kelas
bawah tinggal di gang-gang gelap, sempit dan becek, sehingga sinar matahari
tidak dapat masuk ke dalam ruangan rumah. Rumah mereka hanya bertembok anyaman
bambu dan beratap ijuk atau rumbia yang menjadi sarang tikus pembawa wabah pes.
Kekurangan makan (nilai gizi yang rendah) serta tidak ada pemeliharaan
kesehatan masyarakat oleh pemerintah Hindia Belanda menyebabkan angka kematian
penduduk Semarang yang tinggi.
Pemerintah Hindia Belanda tidak bisa
mengatasi masalah tersebut sehingga wabah penyakit semakin meluas dan muncul penyakit
yang lain yaitu malaria. Pemerintah Hindia Belanda mengambil tindakan yaitu membongkar dan
membakar perumahan penduduk yang terserang wabah penyakit. Rakyat di beri waktu
8 hari untuk pindah, apabila melebihi batas waktu yang telah ditentukan belum
pindah maka tidak ada kompensasi apapun. Pemerintah Hindia Belanda tidak
bertindak secara bijaksana sehingga Angka kematian penduduk semakin meningkat,
pada saat itu mencapai 1000 jiwa per tahun. Wabah penyakitpun mulai menulari
orang-orang Belanda.
Tindakan yang diambil pemerintah
Hindia Belanda menyulut kemarahan Sarekat Islam (SI) sayap kiri yang dipimpin
oleh Semaoen. SI sayap kiri melakukan protes keras terhadap pemerintah Hindia
Belanda. SI kiri merupakan organisasi yang dekat dengan rakyat kelas bawah dan
kaum buruh yang sering melakukan protes keras dan aksi-aksi pemberontakan
terhadap pemerintah Hindia Belanda dan para golongan kelas atas. Berdirinya
Sarekat Islam merupakan salah satu wadah organisasi yang dapat digunakan dalam
memperjuangkan kehidupan rakyat kelas bawah.
Aksi-aksi yang dilakukan SI kiri
pimpinan Semaoen merupakan bentuk kepedulian terhadap rakyat kelas bawah dan
buruh yang tidak pernah mendapatkan keadilan dari pemerintah.
Bagiku Semaoen atas nama Sarekat Islam
sayap kiri merupakan seorang pahlawan bagi rakyat kelas bawah dan kaum buruh di
semarang karena sangat peduli terhadap permasalahan yang diderita oleh rakyat
Semarang. Aksi-aksinya sering mendapat respon positif dari rakyat semarang.
Pada karya yang berjudul “Semaoen is
Hero” menampilkan sosok manusia sekarang yang mengidolakan tokoh Semaoen yang
sedang memberantas penderitaan rakyat kelas bawah dalam berbagai pose. Menurut
saya mengidolakan sama saja dengan meniru. Sama halnya seperti anak kecil yang
mengidolakan tokoh idolanya dalam suatu film. Rasanya anak kecil tersebut ingin
masuk ke dalam petualangan film tersebut. Saya berimajinasi sebagai tokoh
Semaoen di zaman tersebut. Saya pun berfikir jika berperan sebagai Semaoen pada
zaman itu, apa yang harus kulakukan untuk memberantas penderitaan rakyat dengan
cara yang mudah dan bijaksana. Tindakan yang diambil Pemerintah Hindia Belanda
hanya mementingkan kaum kelas atas saja. Tindakan kolot tersebut lebih
menyengsarakan bagi kaum kelas bawah. Dalam mengatasi wabah penyakit, pemerintah
Hindia Belanda tidak memberi penyuluhan kesehatan dan pemberantasan penyakit
secara benar. Mengapa harus susah-susah mengusir dan membakar rumah penduduk,
padahal banyak cara yang lebih mudah, tepat, dan bijaksana dalam mengatasi
wabah penyakit.
Seharusnya pemerintah Hindia Belanda
tidak hanya mementingkan kepentingan golongannya saja. Rakyat kelas bawah dan
kaum buruh pun harus diperhatikan. Jika tidak ada rakyat kelas bawah dan kaum
buruh, siapa yang akan menjadi pekerja di pabrik dan perusahaan di Semarang?
Dan siapa pula yang akan menjadi pekerja dalam pembangunan kota Semarang?.
Ragil Adi Winata
0 comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar disini, terima kasih