(Oleh : Muhammad Rahman Athian*)
Gambar dan Grafis Potret : Riwayatmu kini
Gambar adalah sebuah rutinitas yang sering kita lakukan,
menggambar sangat menyenangkan bahkan pada pendidikan anak usia dini pun anak
sudah dikenalkan dengan menggambar agar mereka dapat mengkombinasikan dan
mengekspresikan dirinya sendiri. Gambar juga menjadi salah satu media dokumentasi,
misal sebelum ada alat bernama foto gambar adalah sebuah jawaban dari bagaimana
harusnya sebuah peristiwa penting baik itu yang peristiwa yang berpengaruh
personal maupun yang berpengaruh secara sosial. Francesco Goya misalnya, dia
banyak membuat gambar sketsa dan grafis sebagai dokumentasi saat perang antara
perancis dan spanyol terjadi, bagaimana penduduk spanyol dibunuh, diperkosa dan
di buang ke Amerika sebagai budak padahal saat itu Goya dalam keadaan tuli
namun goya tetap menyaksikan dan mengubahnya kedalam bentuk gambar dan grafis.
Namun setelah ditemukannya alat yang bernama foto seniman
mulai mengubah pola tafsirannya terhadap gambar maupun grafis, mereka tidak
lagi mengangkat gambar menjadi satu catatan peristiwa, pada abad ini seni
(gambar) berada pada titik modern hingga semua yang mendekati foto bukanlah
sebuah seni dari hasil menggambar. Lalu muncullah pemikiran bahwa semua lukisan
atau gambar yang bisa ditiga dimensikan berarti bukan seni dua dimensi. Lalu
saat postmodern mencuat lahirlah sebuah pemikiran bahwa seni itu bebas
sebebas-bebasnya hingga kekangan seperti pada era modern banyak dikesampingkan.
Kini saat dimana seni rupa kontemporer berkembang, saat dimana semua karya seni
bisa diakui dan tidak diakui, saat dimana mengkritik terasa sangat mudah dan
sangat sulit gambar menjadi salah satu upaya seniman untuk mengungkapkan kreasinya
lewat karya visual. Karena sangat menerimanya, kontemporer menjadikan banyak
hibriditas dalam seni, termasuk seni gambar.dan grafis pada era kontemporer ini
gambar sudah sangat mencair, semua bisa diakui sebagai seni gambar. Contohnya M
Yudha Wicaksono, Ia menggunakan visual yang baik untuk menjelaskan isu sejarah
seni rupa modern Indonesia dari Raden Saleh, S.Sudjojono, Jim Supangkat, F.X
Harsono serta Nyoman Nuarta yang memiliki kiprah masing-masing yang cukup besar
di medan sosial seni rupa Indonesia maupun dunia. penulis tidak berencana
membandingkan, hanya menyandingkan M Yudha dengan seniman Roumy Handayani Pesona, dalam karyanya
seri pahlawan dan pesona potret buram.
Menyejajarkan “Potret” dalam wacana Gambar dan Grafis
Muhammad yudha adalah seorang perupa dari semarang jebolan
Universitas Negeri Semarang jurusan Seni Rupa. Dari sekian banyak mahasiswa
UNNES yang aktif di medan sosial seni rupa semarang Yudha adalah salah satu
yang aktif mengikuti perkembangannya. Keaktifannya di dunia seni rupa dimulai
saat dia mendirikan sebuah komunitas bernama kotak gila, pada tahun 2009 awal.
Dengan komunitasnya Yudha mulai melukis dan memulai pamerannya secara kolektif
dibawah payung Universitasnya maupun kesadaran komunitas. Yudha menyukai karya yang
realis, baginya menyampaikan visual secara realis akan mempermudah penyampaian
konsepnya di masyarakat. Karena kesukaannya pada gambar maupun lukisan realis
yudha memperkuat teknik melalui banyak buku literatur barat yang menjelaskan
tentang anatomi, teknik arsir, dan isu-isu mengenai seni gambar di dunia.
Tidak mudah memang mengangkat isu kesejarahan di medan sosial
seni rupa Indonesia, karena masih sangat jarang penulis yang menuliskan sejarah
seni rupa Indonesia, kalaupun ada hanyalah dengan mengumpulkan banyak kumpulan
artikel pada koran, hingga majalah. Untuk itulah karyanya memiliki masalah yang
menarik untuk dikaji secara lebih mendalam, masalah yang pertama adalah meletakkan
Raden saleh sebagai pemrakarsa seni rupa modern di Indonesia, dari kesemuanya
itu diurutkannya orang yang berpengaruh lainnya terhadap seni rupa Indonesia.
Karena style dalam karya seni selalu berputar,
maka pada era ini seniman muda di dunia seakan berputar kembali untuk
menunjukkan intensitas gambar semenarik mungkin dan mudah diterima pemikirannya
hingga mereka sering menggunakan gambar realis sebagai cara ungkapnya termasuk
Yudha.
Disandingkan dengan M Yudha, Roumi Handayani membuat karya
grafis yang kiranya patut untuk disandingkan dengan karya M Yudha, pasalnya
Roumi membuat karya berjudul “di Bawah Bayang Sang Pahlawan”, secara teknik
memang berbeda, Yudha menggunakan gambar potret sebagai medianya menyampaikan pesannya
yang digambarkan dengan pas foto terlihat wajah dan sebagian pundak seniman dan
Roumi menggunakan teknik grafis dalam memvisualkan gambar pahlawan Indonesia,
secara visual karyanya pahlawan digambarkan secara pas poto pula, dengan
mengangkat pahlawan Indonesia atau lebih tepatnya pahlawan yang tak di kenal
yang gugur di Indonesia. Sebenarnya mengaitkan dengan pas poto, R.E Hartanto pada
pamerannya di Bale Tonggong Selasar
Sunaryo, memvisualkan banyak wajah dalam fotografinya yang berjudul “99
wajah variasi no 2” dengan masing-masing foto berukuran 21x15 cm, menggunakan
teknik pas poto dengan hanya memvisualkan ujung rambut hingga bawah pundak,
namun secara khusus penulis hanya sedikit menyinggung persamaan dalam
mengartikan “potret” dan tidak akan membahas karya ini lebih dalam karena
konteks kesejarahan lebih ditekankan pada sejarah individu seniman.
Saat Roumi memvisualkan pahlawan menggunakan teknik asphaltum di atas kanvas dengan ukuran
45 X 55 dengan judul “di bawah bayang sang pahlawan” terlihat Ia menggambarkan
potret pahlawan dengan tidak serealis gambar potret, karya ini cukup menarik
karena penggambarannya sudah mewakili untuk mengenalkan pahlawan yang Ia
maksudkan. Roumi juga menyejajarkan karyanya pada saat display jelas tertangkap
bahwa adanya kemiripan pengutaraan antara Yudha dan Roumi jika dilihat dari
cara mendisplay. Menariknya justru terlihat pada karya yang berjudul Pesona
Potret Buram #1 yang secara siluet menggambarkan Tan Malaka dengan ukuran 20 x
25 cm, pada karya ini Roumi menggambarkan secara siluet karena memang Tan
Malaka merupakan salah satu pencetus Republik Indonesia, namun tidak di anggap
hingga hanya sebagian orang yang mengetahhui siapa dirinya. Berbanding
terbalik, Yudha menggambarkan seniman berpengaruh secara detail dan realis, ini
dimaksudkan agar masyarakat Semarang secara luas merasa memiliki ketertarikan
untuk menyimak sejarah seni rupa Indonesia.
Akhirnya, tulisan ini tidak bermaksud untuk membandingkan
antara yang baik dan yang tidak, namun ulasan ini besifat untuk menyandingkan
adanya ungkapan sejenis, yang hampir mirip dalam menggambarkan gambar potret,
dengan konsep yang hampir berdekatan kedua seniman di atas menggambarkan
sejarah dari kacamata mereka berdua dengan cukup objektif, perbedaan hanya
terletak pada cara penyampaian Yudha menggunakan teknik gambar realis dan Roumi
menggunakan grafis dengan teknik semi realis dan siluet. Pada proses
pendisplayan juga kedua karya seniman ini memiliki kemiripan, keduanya
sama-sama menyejajarkan pahlawan mereka dalam konteks kepentingan dari sudut
pandang mereka sendiri.
(Penulis adalah mahasiswa seni rupa ITB)
Daftar Pustaka
Goyas Geister, a film by XUXA, producted by Saul Zaents.
Katalog Mencari Saya Dalam Sejarah Seni Rupa Saya, Bale
Tonggoh Selasar Sunaryo, 2012
Moch. Yudha W, 2012, Potret Tokoh Perupa Modern Indonesia
dalam Karya Gambar, Laporan Tugas Akhir, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Semarang.
0 comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar disini, terima kasih